Dua puluh tujuh tahun telah berlalu sejak Tragedi 12 Mei 1998 mengguncang Indonesia, sebuah peristiwa kelam yang menjadi titik balik menuju era Reformasi. Namun, refleksi mendalam perlu dilakukan: sejauh mana cita-cita luhur Reformasi telah terwujud?
Peristiwa tragis yang menelan korban jiwa mahasiswa Universitas Trisakti tersebut menjadi katalis bagi gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil untuk menuntut perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan. Tuntutan akan demokrasi, supremasi hukum, dan pemberantasan korupsi menjadi agenda utama.
Reformasi memang membawa angin segar dengan dibukanya ruang kebebasan berpendapat, pers yang lebih independen, dan pemilihan umum yang lebih demokratis. Namun, tantangan besar masih menghadang. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih menjadi masalah laten yang menghambat kemajuan bangsa. Kesenjangan ekonomi juga semakin lebar, memicu ketidakpuasan sosial.
Penting untuk diingat bahwa Reformasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah proses berkelanjutan. Semangat 12 Mei 1998 harus terus dihidupkan dalam setiap generasi, menjadi pengingat akan pentingnya menjaga demokrasi, menegakkan keadilan, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Evaluasi menyeluruh terhadap pencapaian dan kegagalan Reformasi perlu dilakukan secara berkala. Hal ini penting untuk mengidentifikasi akar masalah dan merumuskan solusi yang tepat sasaran. Partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, termasuk generasi muda, sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita Reformasi yang sesungguhnya.
Mari jadikan peringatan 27 tahun Tragedi 12 Mei 1998 sebagai momentum untuk memperkuat komitmen kita terhadap nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kemanusiaan. Dengan kerja keras dan semangat gotong royong, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih baik, adil, dan makmur bagi seluruh rakyatnya.